Kemarin saat di uji dengan anak-anak yang silih berganti sakitnya, awalnya saya sempat sedih mempertanyakan
"Why me?"
Ketika orang beramai-ramai liburan akhir tahun, ke luar kota, ke luar negeri, ke tempat menyenangkan pastinya.
Saya? Menikmati peran menjadi perawat pribadi dengan pasien demam, disentri, batuk pilek, hingga yang terparah; diare.
Mengepel lantai berulang-ulang, mencuci kain berulang-ulang, berlarian di rute Dapur-Sumur-Jemur-Kasur seharian karena tangisan anak-anak tak ingin ditinggalkan, sementara kerjaan juga tak mungkin dibiarkan.
Hampir sebulan, dalam keadaan yang demikian.
Alhamdulillah setelah ujian ini berlalu, Allah menganugerahkan hal yang dari dulu saya minta berulang-ulang, jauh sebelum anak sakit; terkait "selera makan" si sulung kami.
Sudah 5tahun usianya, dia tidak mau makan apa-apa selain Nasi putih, kuah bening, dengan lauk telur/kacang/kentang goreng.. Kalau ada ikan, harus saya hancurkan sehalus mungkin dibawah nasi agar tidak ketahuan. Kue pun cukup pemilih. Dia tak mau buah, tak suka sayur, tak mau minum selain air putih.
Memaksa dia minum obat?
Dulu dia punya riwayat Breath Holding Spell; Wajahnya yang membiru, nafas terhenti, hingga badan kaku sampai beberapa menit pasca menangis kuat. Itu sudah cukup menyisakan trauma buat saya, ibunya.
Beberapa kali, pernah minum obat malah muntah kemudian. Sudah di ajak ke Puskesmas juga histeris.
Itu yang membuat saya urung memaksa dia minum obat disaat banyak orang sudah mendekap paksa anak mereka dalam keadaan begini.
Hingga diarenya makin akut. Hingga saudara-saudara saya yang melihatnya pucat, kurus, tak mau makan. Ketika mereka menyebut kata "rumah sakit" seketika saya menangis, membayangkan raungan tangisnya jika di infus. Membayangkan adiknya yang masih 9 bulan ditinggal. Klimaks dramanya disini.
Saat saya memilih bertahan, merapal doa, hingga mengeraskan hati, melihatnya yang kurus, meraung tak mau obat, akhirnya saya paksa juga. Pasrah badan saya dipukul-pukul, ia marah beberapa lama dengan saya ibunya; orang yang sangat mencintainya. Kami berdua sama-sama menangis saat itu; anak, dan ibu yang menangis karena membuat anaknya menangis.
Bulan tersulit dalam hidup saya 30th terakhir sudah berlalu. Sekarang, putra kami sudah sehat seperti sedia kala.
"inna ma'al 'usri yusra"
Sudah berapa hari ini selera makannya meningkat, sudah mau ayam, mau nasi goreng, mau bakso, mau masak kecap, mau kue keju, risol, martabak, dsb. Alhamdulillah.. sakit tanpa selera makan sebulan, dibayar nikmat "selera makan yang baru" seumurnya hidupnya. Insyaallah.
Adakah yang lebih indah dari skenario Tuhan?
Tapi nyatanya saya masih sangatlah lemah dan kurang sabaran dalam mengimani ketentuannya. Padahal janji Allah itu pasti, tak terkecuali perkara "sabar"
Sepertinya yang saya perlukan "healing" trauma sebulan belakangan. Keadaan memang sudah berubah. Tapi "cemas" masih cukup mengganggu saya, terlebih jika mendengar mereka menangis, saya jadi panik sendiri, shalat pun sedikit terganggu.
Agaknya setelah belajar sabar, saya harus belajar Tawakkal.
Semua pangkal cemas, khawatir, galau, pasti kurang vitamin T didalamnya: Tawakkal.
Mengapa saya merasa perlu menulis ini?
Begini.
Belakangan saya sering dapat status para perempuan yang sebenarnya bawaan spec nya "tangguh" mendadak galau sampai perlu update status kalau pasangannya sibuk, gak peka, gak ngajak jalan-jalan.
Padahal dilain hari mereka memposting perjalanan ke Pantai, Mall, Medan bersama pasangannya.
Ada juga, yang posting "lelah, capek, endebre, endebre, endebre" distatusnya dikarenakan domestik IRT. Padahal mereka tinggal masih bersama ibu, bahkan ada yang punya pembantu.
Saya khawatir, mereka demikian karena kebanyakan stalking medsosnya sosialita.
Jadi biar imbang, bacalah ini. Jangan selamanya melihat "ke atas", leher kita bisa pegal nantinya, ditambah pusing pula.
FYI, terakhir liburan saya saat ke Sabang sama teman-teman BEMA IAIN, saat masih jadi Mahasiswi, sekitar 9tahun lalu mungkin, gratisan pula
Tak perlu melihat mereka yang liburannya hampir tiap bulan jika itu bisa mengurangi syukur kita. Ok Mak?
Bukankah setiap rumah tangga ada air matanya masing-masing?
Yang kita tatap ini cuma segenggam layar, dan ada banyak hal terjadi dibalik layar.
(Catatan di Facebook, ditahun baru 2018)
Komentar
Posting Komentar